Sekolah Alternatif Anak Jalanan: 35 Anak, 2 Guru, 1 Harapan

Sekolah Alternatif Anak Jalanan: 35 Anak, 2 Guru, 1 Harapan

Jakarta – Dalam semangat memperingati Hari Pendidikan Nasional, Yayasan Wijaya Peduli Bangsa kembali melangkah nyata menyebarkan cahaya harapan. Kali ini, langkah itu sampai di Sekolah Alternatif Anak Jalanan (SAAJA), sebuah ruang belajar sederhana namun sarat makna di tengah riuhnya kehidupan kota.

Sekolah ini berdiri sejak tahun 2002, didirikan atas dasar kepedulian dan cinta oleh sosok-sosok luar biasa, seperti Ibu Kristina Iin Dwiyanti yang akrab disapa Bu Iin bersama rekannya, Bu Nunung. Hanya dengan dua tenaga pengajar, mereka setia mendampingi anak-anak usia 5 hingga 7 tahun dalam dua kelas, TK-A dan TK-B, dengan jumlah total 35 siswa. Hingga kini, hampir 700 anak telah mereka dampingi melewati masa-masa awal pendidikan, membekali mereka dengan nilai-nilai dasar kehidupan.

Kunjungan Yayasan Wijaya Peduli Bangsa ke SAAJA bukan sekadar seremoni. Kami datang membawa perhatian dan kasih yang nyata—paket alat tulis untuk mendukung proses belajar, camilan untuk membangkitkan semangat anak-anak, paket sembako untuk orangtua dan guru, serta dukungan dana operasional demi kelangsungan sekolah ini.

Tak berhenti sampai di situ, kami juga ingin melihat tawa dan binar mata anak-anak itu. Maka, digelarlah beragam permainan seru, lengkap dengan hadiah menarik yang membuat suasana semakin hangat dan penuh kegembiraan.

Karena kami percaya, pendidikan bukan hanya tentang buku dan angka. Pendidikan adalah tentang rasa aman, dukungan, dan harapan. Dan di SAAJA, kami melihat semua itu. Di tengah keterbatasan, mereka tetap berdiri teguh, menjadi ruang aman bagi anak-anak jalanan yang mendambakan masa depan yang lebih cerah.

Semangat Bu Iin dan Bu Nunung mengajarkan kita bahwa perubahan tidak harus datang dari gedung megah atau fasilitas mewah. Terkadang, perubahan lahir dari sebuah niat tulus, tekad kuat, dan keyakinan bahwa setiap anak—siapapun mereka—berhak bermimpi.

Yayasan Wijaya Peduli Bangsa akan terus bergerak. Karena kami percaya, setiap langkah kecil menuju pendidikan yang lebih baik adalah investasi besar bagi masa depan bangsa. Selamat Hari Pendidikan Nasional. Mari kita jaga asa, tumbuhkan semangat, dan nyalakan harapan di setiap sudut negeri.

Perjuangan Para Kartini Ibu Kota: Menantang Segala Keterbatasan

Perjuangan Para Kartini Ibu Kota: Menantang Segala Keterbatasan

Jakarta – Lebih dari sekedar gaun kebaya dan bunga melati tersemat di sanggul rambut, Kartini adalah tentang perjuangan dan keberanian perempuan menantang segala keterbatasan. Semangat itulah yang dilihat dan dihidupkan oleh Eddy Wijaya selaku Ketua Umum Yayasan Wijaya Peduli Bangsa seiring dengan Hari Kartini yang jatuh pada 21 April lalu.

Yayasan Wijaya Peduli Bangsa menemui beberapa perempuan tangguh yang menghidupi semangat Kartini di tengah kerasnya kehidupan Ibu Kota Jakarta, salah satunya adalah Elis Komalasari, seorang ibu yang memilih menjadi pedagang perabot rumah tangga keliling selama 5 tahun terakhir. Sambil membawa dagangan dan menggandeng anaknya, Elis berkeliling dari pagi hingga senja demi menambah penghasilan keluarga.

Tak jauh berbeda, Ibu Jamilah juga menjadi potret lain perjuangan seorang Kartini masa kini. Tujuh tahun sudah ia menjadi penjual minuman keliling. Di tengah bahaya jalanan, godaan mental, dan pendapatan yang tak pasti. Sambil mengasuh anaknya, Ibu Jamilah tak mengenal lelah menyusuri jalan demi kebutuhan sehari-hari.

Kartini bukan hanya bicara tentang sejarah, tapi semangat yang terus hidup di hati setiap perempuan yang memilih untuk tidak menyerah dan menantang segala keterbatasan dalam hidup. “Kita para perempuan harus tetap semangat, jangan menyerah. Anak-anak kita adalah masa depan,” ucap Elis.

Kisah Para Kartini Penakluk Ibu Kota: Semangat Tak Pernah Padam

Kisah Para Kartini Penakluk Ibu Kota: Semangat Tak Pernah Padam

Jakarta – Di tengah hingar-bingar kota Jakarta, ada kisah-kisah senyap tentang perempuan-perempuan tangguh yang terus melangkah, bahkan ketika dunia seolah memberi seribu alasan untuk menyerah namun mereka tetap gigih berjuang mencari nafkah demi menghidupi keluarganya. Menjelang Hari Kartini yang jatuh pada 21 April, Yayasan Wijaya Peduli Bangsa, di bawah kepemimpinan Eddy Wijaya memilih untuk menghidupkan kembali semangat Kartini lewat aksi nyata.

Salah satu sosok yang disapa Yayasan Wijaya Peduli Bangsa adalah Ibu Homsatun yang setiap hari melaju dengan motor ojek online-nya. Bermodalkan keberanian dan semangat menghidupi keluarga, Ibu Homsatun melaju di jalanan ibukota sebagai driver ojek online untuk membawa penumpangnya.

Ada pula Ibu Kartini, sosok yang namanya seolah ditakdirkan untuk membawa semangat pejuang sejati. Ia menjajakan jamu keliling, bukan hanya untuk bertahan hidup, tetapi juga untuk membesarkan anak-anaknya dengan keringat dan cinta yang tiada habisnya. Setiap gelas jamu yang ia berikan kepada pelanggannya adalah simbol keuletan seorang ibu yang tak pernah menyerah.

Yayasan Wijaya Peduli Bangsa melihat mereka bukan sebagai sosok yang meminta belas kasih, melainkan sebagai Kartini masa kini. Perempuan-perempuan luar biasa yang layak mendapatkan dukungan, penghormatan, dan semangat baru. Lewat bantuan yang diberikan, Yayasan Wijaya Peduli Bangsa ingin menyampaikan pesan bahwa para Kartini tidak berjuang sendirian.

Mimpi Anak Panti: Mengukir Prestasi di Lapangan Hijau

Mimpi Anak Panti: Mengukir Prestasi di Lapangan Hijau

Jakarta – Di antara riuh rendah Jakarta, ada sebuah panti asuhan yang menjadi saksi bisu perjuangan dua remaja berbakat, Firman (18 tahun) dan Rafi (17 tahun). Di bawah asuhan Ibu Maryamah di Panti Asuhan Tebet Yayasan Remaja Masa Depan, mereka menemukan bahwa sepak bola bukan sekadar permainan, melainkan bahasa universal yang mengajarkan arti ketangguhan.

Firman kehilangan ayahnya saat ia baru lulus SD, sementara Rafi bahkan tak pernah mengenal sosok ayah sejak dalam kandungan. Tapi di tengah kepahitan itu, mereka menemukan pelipur lara di lapangan hijau. Bola mengajarkan mereka untuk tetap optimis dan pantang menyerah.

Klub Remaja Masa Depan (RMD) yang awalnya hanya hobi, kini memajang banyak piala. Keduanya bersinar di Liga Topskor U-15, membawa timnya menjadi juara. Mereka membuktikan bahwa semangat bisa mengalahkan keterbatasan fasilitas.

Firman mengagumi Supriyadi dan Ronaldinho, sementara Rafi terinspirasi oleh Febri Hariyadi dan Cristiano Ronaldo. Sosok-sosok itu menjadi bukti bahwa latihan keras tak pernah mengkhianati hasil.

Dalam acara buka bersama yang diadakan Yayasan Wijaya Peduli Bangsa pimpinan Eddy Wijaya, Firman dan Rafi berbagi cerita haru tentang perjuangan mereka. Acara ini bukan sekadar berbagi makanan, tapi juga menyalakan api harapan bahwa anak-anak seperti mereka layak meraih masa depan cerah.

Untuk anak-anak di luar sana yang sedang berjuang, pesan mereka sederhana. Jadilah seperti bola yang semakin keras dipukul semakin tinggi terbang, dan seperti rumput lapangan yang tetap tumbuh meski terus terinjak. Setiap mimpi bisa diraih asal kita mau berlari mengejarnya.

Merajut Mimpi dan Prestasi di Panti Asuhan Tebet Yayasan Remaja Masa Depan

Merajut Mimpi dan Prestasi di Panti Asuhan Tebet Yayasan Remaja Masa Depan

Jakarta – Di bulan suci yang penuh berkah ini, Yayasan Wijaya Peduli Bangsa pimpinan Eddy Wijaya kembali menebar kebaikan melalui acara buka bersama penuh kehangatan di Panti Asuhan Tebet Yayasan Remaja Masa Depan. Lebih dari sekadar berbagi hidangan berbuka, momen ini menjadi bukti nyata bahwa kepedulian sesama mampu menciptakan senyum dan harapan baru bagi 40 anak yatim, dhuafa, dan terlantar yang tinggal di panti tersebut.

Berlokasi di Tebet, Jakarta Selatan, panti yang berdiri sejak 1999 ini menjadi saksi bisu perjuangan Ibu Maryamah dan suaminya dalam membesarkan anak-anak dengan penuh ketulusan. Dengan hanya mengandalkan bantuan masyarakat dan 8 perawat sukarela yang tak digaji, mereka berhasil menciptakan tempat berlindung yang hangat. “Kami bersyukur bisa membantu anak-anak sekolah di madrasah dengan dana sedekah dan keringanan SPP dari pihak sekolah,” ujar Ibu Maryamah dengan mata berbinar.

Panti ini tak hanya menyediakan atap untuk berteduh, tapi juga wadah untuk berkembang. Melalui program volunteer yang diadakan 2 kali seminggu, anak-anak bisa belajar berbagai keahlian dari masyarakat. Yang lebih membanggakan, klub sepak bola Remaja Masa Depan (RMD) yang mereka dirikan telah mengharumkan nama panti dengan segudang piala. “Awalnya hanya dari kegemaran satu anak dan suami saya yang pecinta bola,” kenang Ibu Maryamah sambil tersenyum.

Kebahagiaan terpancar jelas saat Yayasan Wijaya Peduli Bangsa menjamu mereka dengan hidangan lezat dan santunan. “Ini sangat berarti dan kami sangat senang,” ucap Ibu Maryamah penuh haru. Acara yang sederhana ini menjadi bukti bahwa kebersamaan di bulan Ramadan bisa menciptakan kenangan indah yang tak terlupakan.

Di balik cerita inspiratif ini, Ibu Maryamah mengakui tantangan yang dihadapi. Mulai dari keterbatasan tempat tinggal hingga perbedaan karakter anak-anak yang harus dihadapi dengan sabar. “Tapi melihat mereka tumbuh menjadi anak-anak yang baik adalah kebahagiaan tak ternilai,” katanya. Kini, panti yang dulu sempit itu telah bertransformasi menjadi tempat yang lebih layak berkat ketekunan dan doa.

Yayasan Wijaya Peduli Bangsa Buka Bersama di Panti Asuhan Tebet

Yayasan Wijaya Peduli Bangsa Buka Bersama di Panti Asuhan Tebet

Jakarta – Dalam rangka menyemarakkan bulan Ramadan, Yayasan Wijaya Peduli Bangsa yang dipimpin oleh Eddy Wijaya mengadakan acara buka bersama penuh kehangatan di Panti Asuhan Tebet Yayasan Remaja Masa Depan. Acara ini tidak sekadar berbagi hidangan berbuka, tetapi juga menjadi wujud nyata kepedulian terhadap anak-anak yatim, dhuafa, dan terlantar yang tinggal di panti tersebut.

Panti Asuhan Tebet Yayasan Remaja Masa Depan telah menjadi tempat berlindung dan tumbuh kembang bagi 40 anak berusia 4-20 tahun sejak didirikan pada 1999. Berlokasi di Tebet, Jakarta Selatan, panti ini mengasuh anak-anak yatim piatu, dhuafa, dan terlantar dengan penuh ketulusan. Ibu Maryamah dan suaminya dengan gigih merawat mereka, dibantu oleh 8 perawat sukarela yang bekerja tanpa digaji. Meski tanpa donatur tetap, panti ini bertahan berkat bantuan masyarakat sekitar.

Yayasan Wijaya Peduli Bangsa menyambut Ramadan dengan berbagi kebahagiaan melalui acara buka bersama yang meriah. Tak hanya menyediakan takjil berupa gorengan, kue, dan es buah yang menyegarkan, yayasan juga membagikan paket makan nasi ayam lengkap untuk anak-anak. Suasana semakin hangat dengan tawa ceria anak-anak yang antusias menyambut kedatangan tamu istimewa ini.

Tak berhenti di situ, Yayasan Wijaya Peduli Bangsa juga memberikan paket sembako berisi beras, minyak, gula, mie instan, dan sirup, serta THR (Tunjangan Hari Raya) untuk anak-anak. Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban panti sekaligus menyambut Lebaran dengan penuh sukacita.

Anak-anak di Panti Asuhan Tebet bersekolah di sekitar lingkungan mereka, dari tingkat SD hingga SMA. Melalui acara ini, Yayasan Wijaya Peduli Bangsa berharap dapat memberi motivasi agar mereka tetap semangat mengejar cita-cita, meski dalam keterbatasan.

Kegiatan ini mengingatkan kita bahwa kebaikan kecil yang tulus bisa berarti besar bagi orang lain. Eddy Wijaya mengajak masyarakat untuk turut peduli terhadap panti asuhan dan lembaga sosial lainnya. Acara buka bersama ini bukan sekadar ritual tahunan, melainkan bukti nyata bahwa kepedulian dan kasih sayang mampu menciptakan perubahan. Semoga langkah Yayasan Wijaya Peduli Bangsa ini menginspirasi lebih banyak pihak untuk turut berkontribusi dalam membangun masa depan anak-anak Indonesia.

POTADS: Lawan Keterbatasan Dengan Cinta Kasih dan Harapan

POTADS: Lawan Keterbatasan Dengan Cinta Kasih dan Harapan

Jakarta – Kepedulian terhadap sesama tidak hanya sebatas memberi, tetapi juga memahami dan mendukung dengan sepenuh hati. Inilah yang dilakukan oleh Yayasan Wijaya Peduli Bangsa ketika mengunjungi Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS). Ketua Umum Yayasan Wijaya Peduli Bangsa, Eddy Wijaya, bersama timnya hadir dengan penuh kehangatan dan kepedulian untuk berbincang langsung dengan Ketua Umum Yayasan POTADS, Ibu Eliza Rogi. Kunjungan ini bukan sekadar silaturahmi, tetapi sebuah langkah nyata dalam memperkuat dukungan bagi anak-anak dengan Down Syndrome dan keluarga mereka.

Dalam pertemuan tersebut, Ibu Eliza berbagi cerita tentang perjalanan panjang POTADS sejak didirikan pada tahun 2001 oleh Noni Fadhilah, Ellya Goestiani, dan Alm. Aryati Supriyono. Awalnya, organisasi ini berfokus pada dukungan bagi orang tua yang memiliki anak dengan Down Syndrome. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka menyadari bahwa anak-anak istimewa ini membutuhkan wadah untuk mengasah bakat dan minat mereka. Inilah yang melahirkan Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS) pada tahun 2016, tempat yang kini menjadi rumah kedua bagi banyak anak Down Syndrome untuk belajar, berkarya, dan tumbuh dengan percaya diri.

Salah satu hal yang menginspirasi dari POTADS adalah program magang bagi anak-anak Down Syndrome yang telah beranjak dewasa. Banyak dari mereka kini telah bekerja di berbagai bidang seperti kantor law firm, menjadi barista, hingga bekerja di hotel. Kesempatan ini membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk meraih kemandirian dan masa depan yang lebih baik. POTADS dengan penuh semangat terus membuka jalan bagi anak-anak ini agar bisa mendapatkan tempat di dunia kerja dan hidup secara mandiri.

Namun, menjalankan visi mulia ini tentu bukan hal yang mudah. Ibu Eliza mengungkapkan bahwa POTADS tidak menarik biaya dari para orang tua yang memiliki anak dengan Down Syndrome. Untuk menjalankan operasionalnya, mereka mengandalkan donasi serta menjual merchandise sebagai sumber dana. Hingga saat ini, mereka belum memiliki donatur tetap, tetapi tetap berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak yang mereka bina. Pemerintah turut memberikan dukungan, meski bukan dalam bentuk dana, melainkan fasilitas tempat dan layanan yang sangat membantu jalannya program mereka.

Yayasan Wijaya Peduli Bangsa melihat perjuangan POTADS sebagai inspirasi nyata dalam menciptakan dunia yang lebih inklusif bagi anak-anak dengan Down Syndrome. Dukungan yang diberikan bukan hanya berupa perhatian, tetapi juga upaya dalam mencari solusi bersama untuk keberlanjutan program ini. Melalui kolaborasi yang erat, diharapkan semakin banyak pihak yang tergerak untuk membantu, baik dalam bentuk donasi, dukungan moral, maupun penyediaan kesempatan kerja bagi mereka yang memiliki keistimewaan.

Langkah kecil yang dilakukan oleh Yayasan Wijaya Peduli Bangsa ini adalah bentuk nyata dari kepedulian yang lebih luas. Sebab, masa depan yang lebih baik bukan hanya milik mereka yang dianggap sempurna, tetapi juga bagi setiap anak yang berhak mendapatkan kesempatan untuk berkembang dan bersinar. Dengan semangat kebersamaan, mari terus berjuang menciptakan dunia yang lebih ramah, inklusif, dan penuh kasih bagi semua.

Yayasan Wijaya Peduli Bangsa: Nyalakan Cahaya Kebaikan di Rumah Ceria Down Syndrome

Yayasan Wijaya Peduli Bangsa: Nyalakan Cahaya Kebaikan di Rumah Ceria Down Syndrome

Jakarta – Dalam kehidupan, ada momen-momen yang mengingatkan kita betapa pentingnya berbagi dan peduli terhadap sesama. Salah satunya adalah kunjungan Yayasan Wijaya Peduli Bangsa ke Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS), sebuah tempat yang penuh dengan semangat, cinta, dan harapan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Kunjungan ini bukan sekadar kegiatan sosial, tetapi juga bukti nyata bahwa kepedulian dapat menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang.

Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS) adalah inisiatif luar biasa dari POTADS (Persatuan Orang Tua Anak Down Syndrome), yang telah berdiri sejak tahun 1997 dan disahkan secara resmi oleh notaris pada tahun 2003. Setiap tahun, pada tanggal 28 Juli, POTADS merayakan ulang tahunnya sebagai simbol perjuangan dan dedikasi untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi anak-anak Down Syndrome.

Meskipun saat ini RCDS masih harus menyewa tempat di Pejaten Barat, Jakarta Selatan, hal itu tidak mengurangi semangat mereka untuk terus berkarya. Di bawah kepemimpinan Ibu Eliza, ketua RCDS, tempat ini telah menjadi pusat pembelajaran dan pengembangan bakat bagi anak-anak Down Syndrome.

RCDS menawarkan berbagai kelas kreatif yang dirancang untuk mengasah potensi dan bakat anak-anak. Mulai dari kelas djimbe, angklung, seni (art & craft), barista, tari, hingga karate, setiap aktivitas di sini dirancang untuk membangun kepercayaan diri, keterampilan, dan kemandirian anak-anak.

Melalui kelas-kelas ini, anak-anak Down Syndrome tidak hanya belajar keterampilan baru, tetapi juga menemukan cara untuk mengekspresikan diri dan meraih mimpi mereka. Setiap tepukan djimbe, setiap gerakan tari, dan setiap karya seni yang tercipta adalah bukti bahwa setiap anak memiliki keunikan dan potensi yang luar biasa.

Kunjungan Yayasan Wijaya Peduli Bangsa ke RCDS adalah bentuk nyata dari komitmen mereka untuk mendukung masyarakat yang membutuhkan. Dengan memberikan bantuan dan perhatian, yayasan ini tidak hanya membawa materi, tetapi juga membawa semangat dan harapan baru bagi anak-anak dan keluarga di RCDS.

Kegiatan ini mengingatkan kita bahwa kepedulian dan empati adalah kunci untuk menciptakan perubahan positif. Setiap tindakan baik, sekecil apa pun, dapat memberikan dampak yang besar bagi kehidupan orang lain.

Kisah RCDS dan kunjungan Yayasan Wijaya Peduli Bangsa mengajarkan kita bahwa setiap anak, terlepas dari kondisi mereka, memiliki hak untuk bermimpi, belajar, dan berkembang. Mereka adalah bukti bahwa keterbatasan fisik atau mental tidak pernah menjadi penghalang untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesan.

Mari kita terus mendukung dan menginspirasi satu sama lain. Seperti yang dilakukan oleh RCDS dan Yayasan Wijaya Peduli Bangsa, kita pun bisa menjadi agen perubahan dengan berbagi kebaikan dan menebar harapan. Karena pada akhirnya, kebahagiaan sejati terletak pada kemampuan kita untuk peduli dan memberi makna bagi kehidupan orang lain.

Menemukan Makna dan Harapan Dalam Kisah Melawan Kanker

Menemukan Makna dan Harapan Dalam Kisah Melawan Kanker

Jakarta – Pada 15 Februari 2025, Yayasan Wijaya Peduli Bangsa hadir dalam acara Berani Gundul yang diselenggarakan oleh Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI). Acara ini menjadi momen yang penuh makna, di mana berbagai pihak berkumpul untuk memberikan dukungan dan semangat kepada anak-anak penderita kanker. YKAKI sendiri didirikan pada 1 November 2006 oleh Aniza M. Santosa dan Ira Soelistyo, terinspirasi dari pengalaman Ira saat merawat anaknya yang menderita kanker di McDonald House, Belanda. Kehadiran Yayasan Wijaya Peduli Bangsa dalam acara ini menunjukkan komitmen mereka untuk terus mendukung perjuangan anak-anak melawan kanker.

Dalam acara tersebut, Ketua Umum Yayasan Wijaya Peduli Bangsa, Eddy Wijaya, berkesempatan berbincang dengan para survivor kanker yang telah berhasil mengalahkan penyakitnya. Salah satunya adalah Nurul, seorang survivor kanker meningioma. Nurul didiagnosis menderita kanker pada usia 5 tahun dan baru memulai pengobatan saat berusia 7 tahun. Kini, di usia 23 tahun, ia masih menjalani proses pertumbuhan secara bertahap. Kisah perjuangan Nurul menjadi bukti bahwa kanker bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari perjuangan yang penuh harapan.

Selain Nurul, Eddy Wijaya juga berbincang dengan Rofifah, seorang survivor kanker tulang yang harus menjalani amputasi kaki. Rofifah didiagnosis kanker tulang pada usia 11 tahun, namun kini ia telah sembuh total dan hanya menjalani kontrol kesehatan rutin. Meski kehilangan kakinya, Rofifah tidak menyerah. Ia kini aktif sebagai Make-Up Artist (MUA) dan pengrajin bucket bunga. Rofifah juga kerap memberikan semangat kepada teman-teman penderita kanker, membuktikan bahwa keterbatasan fisik tidak menghalangi seseorang untuk berkarya dan menginspirasi orang lain.

Yoan, survivor leukemia, juga turut berbagi kisahnya. Ia didiagnosis leukemia pada usia 5 tahun, namun kini telah sembuh total. Yoan tidak hanya berhasil mengalahkan penyakitnya, tetapi juga aktif memberikan semangat kepada para penderita kanker lainnya. Begitu pula dengan Rita, survivor kanker mandibula yang didiagnosis pada usia 16 tahun. Kini, Rita telah sembuh total dan menjadi inspirasi bagi banyak orang. Kisah-kisah mereka membuktikan bahwa kanker bisa dikalahkan dengan tekad, dukungan, dan semangat yang kuat.

Kehadiran Yayasan Wijaya Peduli Bangsa dalam acara Berani Gundul tidak hanya sebagai bentuk dukungan, tetapi juga sebagai ajakan kepada masyarakat untuk turut peduli terhadap perjuangan anak-anak penderita kanker. Melalui acara ini, Yayasan Wijaya Peduli Bangsa ingin menginspirasi lebih banyak orang untuk berkontribusi, baik secara materiil maupun moril, dalam membantu mereka yang sedang berjuang melawan kanker.

Kisah-kisah inspiratif dari para survivor seperti Nurul, Rofifah, Yoan, dan Rita menjadi bukti bahwa kanker bukanlah akhir dari segalanya. Dengan dukungan dan semangat, setiap perjuangan bisa membawa harapan baru. Yayasan Wijaya Peduli Bangsa berkomitmen untuk terus menjadi bagian dari perjalanan mereka, karena setiap langkah kecil yang kita ambil hari ini bisa menjadi harapan besar bagi mereka yang membutuhkan. Mari bersama-sama menebar kebaikan dan memberikan semangat kepada mereka yang berjuang!

Yayasan Wijaya Peduli Bangsa Berpartisipasi Dalam Acara Berani Gundul YKAKI

Yayasan Wijaya Peduli Bangsa Berpartisipasi Dalam Acara Berani Gundul YKAKI

Jakarta – Pada 15 Februari 2025, Yayasan Wijaya Peduli Bangsa hadir dalam acara Berani Gundul yang diselenggarakan oleh Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI). YKAKI sendiri didirikan pada 1 November 2006 oleh Aniza M. Santosa dan Ira Soelistyo, terinspirasi dari pengalaman Ira saat merawat anaknya yang menderita kanker di McDonald House, sebuah rumah singgah di Belanda. Kehadiran Yayasan Wijaya Peduli Bangsa dalam acara ini menunjukkan komitmen mereka untuk mendukung anak-anak penderita kanker di Indonesia.

Dalam acara tersebut, Ketua Umum Yayasan Wijaya Peduli Bangsa, Eddy Wijaya, sempat berbincang dengan Ketua Panitia Berani Gundul, Vita Maheswari. Ibu Vita menjelaskan bahwa acara Berani Gundul merupakan bagian dari peringatan Hari Kanker Anak Internasional. Program ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya dukungan bagi anak-anak penderita kanker. YKAKI, sebagai yayasan mandiri yang aktif membantu anak-anak kanker, ingin mengajak masyarakat untuk turut peduli melalui aksi nyata.

Ibu Vita juga mengungkapkan bahwa ide Berani Gundul muncul karena efek kemoterapi yang menyebabkan kerontokan rambut. Melalui acara ini, YKAKI mengajak masyarakat untuk memberikan dukungan psikologis dengan cara mencukur rambut mereka sebagai bentuk solidaritas. Acara Berani Gundul pertama kali digelar pada 2014 di YKAKI Jogja dan sejak itu, antusiasme masyarakat terus meningkat setiap tahunnya.

Dukungan masyarakat yang semakin besar ini memberikan dampak positif bagi psikologis anak-anak penderita kanker. Mereka merasa tidak sendirian dalam menghadapi perjuangan melawan penyakitnya. Eddy Wijaya, dalam kesempatan tersebut, menyampaikan harapannya agar semakin banyak masyarakat yang tergerak hatinya untuk membantu anak-anak penderita kanker di Indonesia.

Yayasan Wijaya Peduli Bangsa turut mengapresiasi langkah YKAKI dalam menyelenggarakan acara Berani Gundul. Mereka percaya bahwa kolaborasi antara yayasan dan masyarakat dapat menciptakan dampak yang lebih besar bagi anak-anak yang membutuhkan. Melalui partisipasi ini, Yayasan Wijaya Peduli Bangsa berkomitmen untuk terus mendukung program-program yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan anak-anak Indonesia.

Kehadiran Yayasan Wijaya Peduli Bangsa dalam acara Berani Gundul tidak hanya menunjukkan kepedulian mereka, tetapi juga menjadi inspirasi bagi banyak pihak untuk turut berkontribusi. Semoga langkah ini dapat memotivasi lebih banyak orang untuk peduli dan membantu anak-anak penderita kanker, karena setiap dukungan kecil dapat menjadi harapan besar bagi mereka yang berjuang.